Rabu, 27 Agustus 2014

RENUNGAN HIDUP





Oleh: Dimyati*



            Awal bulan sawal tahun 1435 H keluarga besar Dinas pendidikan Kabupaten Jember  dikejutkan oleh peristiwa meninggalnya seseorang yang selama ini dikenal sebagai seorang yang pemberani, bahkan banyak yang memandang sebagai sosok yang kontroversial. Dalam berbagai kesempatan,khususnya dalam rapat tidak jarang berani menentang arus mayoritas peserta rapat, ia tidak peduli apakah disitu ada pejabat penting atau tidak, sepanjang menurut pandangannya tidak sesuai dipastikan ia akan bersuara lantang. Bahkan  ketika Bupati Samsul dulupun pernah ia tentang. Postur tubuh yang dempal, usia yang terbilang muda, bentuk wajah yang sangar dan suaranya yang keras sangat mendukung kegarangannya itu. Hampir semua keluarga besar penddikan mengenalnya, itulah Rahmatullah, SPd, M.Pd.
          Karienya didunia pendidikan cukup sukses, dimulai sebagai seorang guru SD, membentuk FKG (Forum Komunikasi Guru), Ketua Cabang PGRI dan ahir puncak jabatannya kepala UPTD Pendidikan. Perjalanan dinasnya ia tempuh tidak mudah, karena ia sering menentang arus, suaranya sering menghiasi media elektronik, khususnya radio. Pendeknya, dalam hal-hal tertentu sulit mencari tandingan orang seperti Rahmatullah.
            Pada malam hari raya, tepatnya saat umat islam mengumandangkan takbir,  sosok yang garang itu telah dipanggil Allah SWT, tubuhnya terbujur kaku, ia tidak bisa menolak ketika peralatan kesehatan dilepas dari tubuhnya, tangannya disekapkan, rahangnya diikat, badannya dibungkus dan dibawa pulang dari rumah sakit kerumahnya dengan ambulan. Dirumahnya iapun tidak bisa menggeliat ketika tubuhya dimandikan, dibungkus dengan kain putih dengan tiga ikatan dibawah kaki, ditengah dan diatas kepalanya. Iapun terdiam ketika tubuhnya ditaruh di dikeranda mayat. Bahkan ia tidak bisa berontak ketika tubuhnya ditaruh dalam lubang yang dalamnya kurang lebih 1,5 meter dan kemudian ditimbuni tanah.
.           Masih dalam bulan sawal, keluarga dinas pendidikan dikejutkan lagi peristiwa mininggalnya seorang yang dikenal memiliki kemampuan intelektual yang lumayan bagus, Ia sering muncul diforum-forum pelatihan, pembinaan guru. Ia sering menjadi nara sumber diberbagai kesempatan.  Kuatnya intelektualitas yang dimilikinya iapun dipercaya sebagai salah satu wakil Rektor di Universitas Moh Sruji. Orang itu  bernama  Drs. Suryanto, M.Si. Ketika ajal menjemput, iapun tak bisa menolak  ketika tangan penulis mengikat agak kuat rahangnya karena masih kelihatan mulutnya terbuka. Iapun ketika diperlakukan apapun oleh pentakziah, termasuk dikuburkan, ia tidak bisa memberikan argumentasi sedikitpun untuk menolak.
            Peristiwa meninggalnya dua saudara kita itu mungkin dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja, ada tangis ada tawa, ada suka ada duka dan ada hidup ada mati. Tetapi  sesungguhnya bagi yang mengalami kematian itu merupakan peristiwa yang sangat luar biasa, karena peristiwa itu menutup semua peluang untuk berbuat, berfikir, berkata dan melakukan  sesuatu. Waktunya yang dimiliki sudah habis. Bentuk tubuh, Keberanian yang dulu dperhitungkan banyak orang, intelektualitas yang menonjol dibalik pendapat, kekayaan yang ia raih dari waktu kewaktu, gelar akademik dan jabatan yang telah lama ia rintis puluhan tahun  sama sekali sudah tidak berarti apa-apa ketika maut telah datang.
            Peristiwa yang luar biasa bagi setiap individu sebagaimana yang dialami oleh saudara kita itu sudah pasti akan juga,  Suatu ketika malaikai izroil pasti mendatangi kita,  suka tidak suka, mau tidak mau, siap tidak siap. Ketika itupun kita tidak bisa berbuat apa-apa ketika ajal sudah datang. Kekuatan jabatan, kekayaan, jaringan dengan berbagai pihak (partai, pejabat, teman dll), keluarga yang kita cintai dll, semua tidak bisa menolong kita untuk mencegah tugas malaikat izroil dalam mengambil roh kita.
            Mari kita bandingkan antara aktivias keseharian kita dengan peristiwa kematian itu. Harta yang kita cari setiap saat kita kumpulkan puluhan tahun kita tinggalkan. Kita tak kuasa mengarahkan penggunaan harta kita itu oleh hak waris kita digunakan untuk kemaslahatan. Pangkat/jabatan yang kita rintis setiap saatpun juga akan sirna. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan, mulai pendekatan, membentuk jaringan, dan hal-hal lain yang menjadikan kita pada posisi tetentu yang tidak jarang ditempuh puluhan tahun, Pendeknya semua yang kita anggap kita miliki telah sirna.
            Tulisan ini bukan untuk mencegah apalagi melarang individu untuk mencari harta dan jabatan. Harta perlu kita cari, tetap haruslah ditempuh dengan niatan yang benar, dengan cara-cara yang halal, dan digunakan untuk kepentingan kemaslahatan. Harta yang seperti inilah yang sesungguhnya akan membawa barokah, membawa makna, tidak saja bagi diri dan keluarga, tetapi juga bagi umat dan masyarakat. Pangkat/jabatanpun boleh dicari, yang sudah barang tentu dengan niatan yang benar, cara yang halal dan didayagunakan untuk kemaslahatan semua pihak. Dengan jabatan semakin tinggi, sesungguhnya peluang untuk memberi manfaat pada banyak pihak sangatlah terbuka. Jika amanat itu dilaksanakan dengan benar, niscaya akan mampu menciptakan kebaikan, dan menjadi ladang untuk menebar amal salih. Harta dan jabatan perlu dicari semata-mata untuk meningkatkan peran kita dalam mengabdi kepada Allah, tidak lebih. Kecintaan kita pada harta, jabatan dan ketaatan kepada pimpinan sesungguhnya tidaklah boleh melebihi kecintaan kita kepada Allah. Dengan demikian, pada posisi apapun kita akan on the tract, tidak salah dan tidak tersesat. Jangan sampai terlambat, sebelum Allah  menghentikan detak jantung kita, membungkam mulut kita, tidak memfungsikan mata, telinga, pikiran, dan segala potensi yang kita miliki, dengan cara mengambil nyawa kita, marilah  segalanya kita gunakan untuk kemaslahatan. Semoga Allah membimbing kita semua, Amiin.

*Dr. Dimyati, M.Pd Mengajar di SMP2 Jenggawah, 
Program Pasca Sarjan IKIP PGRI dan UNMUH Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar